13.5.06

Untukmu Kader Dakwah


Pada Awalnya…

“Maka, jika antum memutuskan untuk menjadi aktivis da`wah, bersiaplah menghadapi banyak tantangan, karena menjadi aktivis da`wah berarti terlibat dalam suatu proses perjuangan seumur hidup”.

“Dan jika ternyata semua serangan itu terlalu kuat dan tak mampu lagi antum atasi, maka bersiaplah sejak awal untuk menerima kenyataan bahwa antum gagal sebagai aktivis da`wah”.

Sampai disini, jika antum memang tetap yakin akan menjadi aktivis da`wah ada baiknya antum teruskan membaca risalah ini. Sebaliknya jika antum tidak yakin, lebih baik lupakan saja risalah ini dan carilah jalan lain yang memang akan membawa antum kepada keberuntungan kebendaan dan kemasyuran nama, bukan jalan para aktivis da`wah”.

Ikhwah Fillah,
Syukur kita panjatkan kepada Allah Ta’ala, karena sampai saat ini, dimana para penghasung da`wah diberi kesempatan untuk melakukan perjuangan dalam medan jihad ini. Kita masih diberi kesempatan untuk turut serta membersamainya, karena didalamnya terkandung makna kesungguhan dan totalitas pengorbanan baik materi maupun tenaga hingga jiwa. Kesempatan membersamai panjangnya jalan da`wah inilah, kita anggap sebagai uji coba buah tarbiyah yang selama ini kita tapaki. Shalawat beriring salam tercurah atas junjungan nabi Muhammad SAW, lewat tarbiyahnya kita merasakan manisnya iman dan ukhuwah bersama saudara-saudara seiman dalam barisan panjang kafilah mulia ini.

Jalan da`wah, sebuah jalan yang mungkin menjadi jalan alternatif kesekian dari banyaknya jalan yang Allah hamparkan diatas muka bumi, yang diambil oleh para hambanya. Jalan yang terjal, panjang, penuh liku dan kelok, cobaan yang tidak saja menyedihkan tetapi justru kesenangan dan sanjungan yang perlu diwaspadai oleh pelaku da`wah. Atas semuanya seharusnya tumbuh benih kesiapan, tidak saja kesiapan untuk tidak menjadi apa-apa atas jalan ini, tetapi juga kesiapan untuk menjadi apa-apa diatas jalan ini, ikhwah, inilah bunga-bunga kefahaman yang menghasilkan buah-buah keikhlasan dalam setiap jiwa pelakunya.

Disana dibutuhkan kesabaran atas rintangannya, ketaatan atas manhajnya, pengorbanan atas cobaannya dan kesungguhan atas apapun yang menimpa pelakunya.
Ia tidak bersama orang yang terburu-buru memetik buah sebelum masak, tetapi ia tidak pula bersama orang-orang yang hanya menunggu tapi tidak menanamnya.
Ia tidak bersama orang yang terburu-buru memetik kuncup sebelum mekar menjadi mawar, tetapi ia tidak pula bersama orang-orang yang menunggu kuncup tetapi tidak merawatnya
Ia tidak bersama orang yang berlebihan, tetapi ia pula tidak bersama orang yang enggan dan tidak berbuat sama sekali
Ia tidak bersama orang yang bertindak tanpa perhitungan, tetapi ia tidak pula bersama orang yang terlalu takut untuk berbuat
Ia tidak bersama orang yang mempersulit diri, tetapi ia tidak pula bersama orang yang menganggap enteng dan meremehkan

Disana pula dibutuhkan kehati-hatian atas tipu daya muslihatnya, kemayuran jabatan, kebesaran nama, kehormatan keturunan, sanjungan atas kerja-kerjanya, yang bisa jadi menumbuhkan sikap bangga diri, yang ujungnya kelak Allah tidak akan melirik kita.
Sesungguhnya Allah tidak akan melihat seseorang yang dalam hatinya ada kesombongan meskipun sebesar zarah –biji sawi-

Ikhwah Fillah……
Kusampaikan beberapa nasihat untuk jiwa ini terutama, syukur antum mampu membersamai kami mengambil hikmah dari semua seruan ini. ikhwahfillah, dibutuhkan kesiapan diri dalam menapaki kerja da`wah :

Pertama, Siap menanggung beban sebagai tabiat

Ikhwah Fillah, sungguh keberadaan kita pada pos da`wah terkadang banyak kendala dan cobaan disamping membutuhkan kesiapan lebih. Dapat saya katakan, adakalanya kita berada pada pos-pos tugas membosankan bahkan menegangkan karena beban berat. Namun adakalanya menyenangkan karena fasilitas-fasilitas yang menggiurkan, tapi bagaimanapun kita sebagai kader da`wah harus siap di pos-pos tugas da`wah

Ikhwah Fillah, tentang kesiapan di pos da`wah, saya jadi teringat sebuah seruan Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari, tatkala beliau memberikan taujih singkat bagi pasukan pemanah dalam perang Uhud. Beliau berseru, “Berjagalah di pos kalian ini dan lindungilah pasukan kita dari belakang. Bila kalian melihat pasukan kalian berhasil mendesak dan menjarah musuh, janganlah sekali-kali kalian turut serta menjarah. Demikian pula andai kalian melihat pasukan kita banyak yang gugur, janganlah kalian bergerak membantu”, ya, apapun kondisinya seharusnya kita sebagai kader da`wah siap berada dalam pos-pos da`wah yang telah diamanahkan kepada kita.

Sekali lagi…

Amanah terembankan
Pada pundak yang semakin lelah.
Bukan sebuah keluhan,
Ketidakterimaan,…. Keputusasaan !
Terlebih surut langkah kebelakang.

Ini adalah
Awal pertempuran
Awal pembuktian
Siapa diantara kita yang beriman.

Wahai diri,
Sambutlah seruannya
Orang-orang besar lahir karena beban perjuangan
Bukan menghindar dari peperangan

KeDua, Pemantapan Ruhiyah sebagai Motor Penggerak Utama

Ikhwah fillah,
Tidak ada satupun yang lebih besar pengaruhnya dalam jiwa, selain daripada menekankan ibadah, Keta’atan dan amalan-amalan Sunnah. Ruhiyah yang mantaplah yang akan menghubungkan hati dengan Allah, meneguhkan jiwa dalam menghadapi segala penderitaan, lulus menghadapi fitnah dan teguh diatas kebenaran.
Komponen dalam tahap ini adalah Ibadah, Tabattul, Qiyamul Lail….
Dzikrullah, Tabattul, Tawakkal dan Ibadah pada-Nya adalah senjata satu-satunya dalam pertarungan. Ialah yang membekali kaum mu’minin dengan kesabaran dalam menghadapi cobaan, penyiksaan dan penghinaan…
Para penyeru da’wah sangat memerlukan senjata ini, dalam melaksanakan tugas da’wah yang selalu menghadapi berbagai rintangan dan ganguan. Jika tidak memperhatikan aspek Ruhiyah, Qiyamul Lail, aspek ibadah yang rutin dan berkesinambungan. Kader-kader da’wah pasti akan berjatuhan satu demi satu dan rontok oleh tribulasi. Karena panasnya konfrontasi dengan para thoghut akan mencair dihadapan kehangatan ibadah dan tabattul kepada Allah.

Ironis, bila seorang aktivis da`wah melalui malam-malamnya dengan tidur panjang. Sedang Rasulullah yang dijamin masuk syurga saja selalu menghabiskan malamnya dengan Qiyamul Lail hingga kakinya bengkak!
Kita berharap bahwa keimanan kita adalah keimanan yang hidup. Yang menjelma menjadi semangat besar yang mampu mengalahkan semua kelemahan dan ketidakberdayaan. Keimanan yang melahirkan ekspresi perkasa, membuat orang percaya bahwa dengannya kita mampu menghancurkan gunung, mengarungi lautan, dan melintasi seluruh marabahaya yang menantang kita. Sampai jelas Islam ini menang bersama kita dan kita menang bersamanya.

Inilah pekerjaan-pekerjaan besar kita. Memperluas wilayah pengaruh keimanan tersebut, agar semakin banyak dari umat ini yang memiliki iman-iman yang hidup. Iman yang mendorong mereka secara sadar tunduk patuh pada ketetapan Allah dalam kehidupan ini. Sekecil apapun usaha kita kearah sana, maka ia adalah bagian yang penting untuk melengkapi keutuhan perjuangan yang kita bangun dengan berjama’ah. Mungkin perlu kita maknai kembali tetes-tetes keringat dan guratan-guratan lelah pada diri kita. Bahwa semua itu adalah prestasi-prestasi besar yang harus kita hargai. Semua itu adalah instrument-instrumen penting dari sebuah kata singkat yang tidak sederhana PERJUANGAN!!

Tentunya setelah kesadaran itu hadir, tidak perlu lagi kelemahan dan keterlenaan. Dan futur pun hanyalah sekedar saat untuk beristirahat karena setelah karya besar siap ditorehkan, merampungkan perjuangan, menggapai kejayaan Islam.

KeTiga, Kerja cepat sebagai sebuah karakter

Ikhwah Fillah
Kerja jihad adalah kerja yang membutuhkan pemenuhan segera, setiap seruan-seruan jihad dan kebaikan dalam Al Quran diawali kata-kata yang membutuhkan kesungguhan dan gerak cepat

Berlomba-lombalah – QS. Al Baqarah : 148 - (karena dunia ini adalah arena pertarungan)
Bersegeralah, - QS Ali Imran:133 - (karena sejarah tidak pernah menunggu antum)
Bekerjalah, - QS At Taubah:105 - (karena hanya mereka yang berusaha keras yang akan mendapatkan)
Berangkatlah, - QS At Taubah 41- (karena diam ditempat tidak akan mengubah keadaan)

Kepada mereka yang tak segera menyambutnya
Kami katakan
Jangan salahkan, jika kalian tertinggal dalam barisan ini
Sungguh seorang Rasulullah pun
Tidak pernah menunggu seorang Ka`ab bin Malik sekalipun

KeEmpat, ketaatan sebagai sebuah Akhlaq

Aktivitas pembinaan yang tertata, produktif, dan dilakukan secara jama`I adalah manhaj orisinal dalam Islam, tiada jama`ah tanpa keteraturan, tiada keteraturan tanpa jama`ah dan ketaatan menjadi kader kunci kekokohan jama`ah yang berujung pada produktifitasnya –muntijah- da`wah
Ketaatan merupakan kunci utama kekokohan sebuah jama`ah –organisasi-, sesholeh apapun kader jika ia tidak memunculkan sikap ketaatan maka tidak ada faedahnya bagi jama`ah –organisasi-
“Berhati hatilah dengan keshalehan yang tidak taat, ia menipu jama`ah (organisasi) dengan keshalehannya dan menghancurkan jama`ah dengan ketidak taatannya.”

Ikhwah Fillah
Coba kita renungkan bersama, kalimat-kalimat Allah berikut :
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” Al Quran Surat Yaasin ayat 36

Inilah ketaatan, alampun tunduk atas ketentuan Allah, jika sedikit saja ia melenceng dari ketentuan ini maka tunggulah kehancurannya, lalu dapatkah orang-orang berakal mengatakan
“Saya bisa mencapai tujuan-tujuan besar jama`ah –organisasi- itu tanpa harus tunduk kepada aturan-aturan jama`ah?”
Atau
“Aku menerima fikrah, konsep dan tujuan-tujuan jamaah tetapi aku tidak akan terikat dengan aturan jamaah. Dan aku tidak punya kewajiban dengan taat kepada siapapun”

Lalu bagaimana pula dengan orang-orang yang mengatakan
“Apa itu aturan-aturan yang membelenggu dan mengganjal harakah, biarkan kami bebas sebab kami bukan anak kecil lagi”

atau mengatakan
“Mengapa tidak anda biarkan saja para anggota –setelah ditarbiyah- untuk bergerak ditengah masyarakat, menyeru kepada Islam, tanpa mengikat mereka dengan aturan-aturan.”

Dapatkah seorang berakal mengatakan
“Aku termasuk keluarga partai, aku percaya dengan segala pemikiran yang diserukannya. Akan tetapi, aku tidak mau terikat dengan aturan-aturan, struktur, manajerial, tugas-tugas dan perintahnya”

Ketaatan, yang oleh Hasan al Banna ditempatkan pada rukun ke enam dalam sepuluh rukun bai`at – arkanul bai`at - merupakan kesiapan perintah dan merealisasikannya dengan serta merta, baik dalam keadaan sulit maupun mudah, saat bersemangat maupun dalam keadaan malas. (Muhammad Abdullah al Khatib & M. A. Halim Hamid, dalam Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan, 2001)

Kefahaman akan ketaatan dibangun atas marhalah-marhalah –tahapan- yang harus ditapakinya oleh para peniti jalan ini.
Ta`rif –pengenalan-, adalah tahapan pertama, kader pada tahap ini tidak menghendaki ketaatan yang mutlak, sikap yang dituntut pada tahapan ini adalah sikap hormat terhadap aturan-aturan dan prinsiup-prinsip umum organisasi –jama`ah-.
Marhalah kedua adalah Takwin –pembentukan-, pada tahap ini system yang muncul adalah murni dalam aspek ruhani dan kemiliteran total dalam aspek operasional, syiar yang selalu melekat adalah “Sami`an wa Tha`atan”, tanda-tanda pertama adanya kesiapan pada tahapan ini adalah ‘ketaatan yang sempurna’.
Sedang marhalah terakhir adalah Tanfidz –pelaksanaan-. Dakwah tahapan ini adalah jihad –kesungguhan- yang tidak mengenal lelah, kerja yang berkesinambungan untuk mencapai tujuan, serta kesiapan menghadapi ujian dan cobaan. Keberhasilan da`wah pada tahap yang ketiga ini sangat bergantung pada ‘ketaatan yang sempurna’ pada marhalah sebelumnya.

“Da`wah ini tidak mengenal sikap ganda, ia hanya mengenal satu sikap totalitas. Siapa bersedia untuk itu, maka ia harus hidup bersama da`wah dan da`wahpun melebur dalam dirinya. Sebaliknya, barangsiapa yang lemah dalam memikul beban ini, ia terhalang dari pahala besar mujahid dan tertinggal bersama orang-orang yang duduk. Lalu Allah Ta`ala akan mengganti mereka dengan generasi lain yang lebih baik dan lebih sanggup memikul beban da`wah ini” asy Syahid Hasan al Banna

KeLima, Keteguhan sebagai benteng jiwa

“Kenapa anda tidak duduk dan mendengarkan dulu?, seandainya anda menyukai nanti, anda dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, kami akan menghentikan apa yang tidak anda sukai itu”.

Demikian ujar Mush`ab bin Umair ketika Usaid bin Hudhair, kepala suku kabilah Abdul Asyhal di Madinah menyentakkan lembingnya karena tidak suka dengan Mush`ab bin Umair yang melakukan da`wah fardhiyyah, door to door menawarkan Islam bagi masyarakat Madinah. Ketika kita menawarkan kebaikanpun, tidak semua orang akan senang dengan aktivitas kita, ada saja alasan dan argumen serta tindakan yang merintangi da`wah kita

Mereka mengacuhkan kita
Kepada mereka, Allah berfirman :”Maka sabarlah sebagaimana orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari Rasul-Rasul,” Al-Quran Surat Al-Ahqaaf ayat 35

Mereka menghujat kita
Kepada kalian, Allah berfirman
“Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari gangguan-gangguan celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri kebelakang –kalah-. Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan”, Al Quran Surat Ali Imran ayat 111

Kepada kalian kukatan,
“Jangan bersedih jika antum mendengar kata-kata kasar, karena kedengkian itu sudah ada sejak dulu, bersemangatlah menghimpun keutamaan dan ketekunan, tinggalkanlah celaan orang yang mencela atau mendengki”.

KeEnam, Pengorbanan sebagai semangat jiwa

Hai diriku,
Ayo berperanglah supaya kamu mati
Itu, lihatlah telaga surga telah menantimu
Apa yang selalu kamu angankan
Sekarang sudah kamu temukan
Ayo susul mereka berdua
Jangan sampai terlambat, nanti kamu bisa celaka.

Hai diriku,
Apa lagi yang kamu inginkan
Istrimu pasti akan kamu tinggalkan, dan budak-budakmu pasti akan menjadi merdeka
Piring-piring kecil itu untuk Allah dan Rasul-Nya

Hai, diriku
Masak kamu tidak suka surga
Bukankah sudah lama kamu mengharapkannya
Sekarang bersumpahlah kepada Allah bahwa kamu akan segera menempatinya
Apakah kamu akan terus begini melihat mereka berebut masuk?
(syair Abdullah bin Rawahah)

Shuhaib Ar Rumi ra, untuk dapat membersamai Rasulullah dalam hijrah ia rela menyerahkan seluruh hartanya kepada kaum Quraisy, mendengar berita itu Rasulullah bersabda
“Robiha Shuhaib, Robiha Shuhaib”-untung besar Shuhaib, untung besar Shuhaib-, lalu turun ayat
“Diantara manusia ada yang menjual dirinya untuk mendapatkan ridha Allah” Al Quran Surat Al Baqarah ayat 245
Abu Dahdah segera memegang tangan Rasulullah sambil berkata
“Saya telah meminjamkan kebun korma saya kepada Allah, di dalamnya terdapat 600 pohon kurma”, lalu ia menuju kebun tersebut, disana ada anak dan istrinya, kemudian Abu Dahdah memanggil “Wahai Ummu Dahdah keluarlah kamu dari kebun itu karena saya telah meminjamkannya kepada Allah”, dari Hayatus Shohabah 2/149 dalam Tarbiyah

KeTujuh, Cinta sebagai semangat da`wah

Seorang ‘Alim berujar tentang cinta
Jika engkau cinta Maka da`wah adalah kefahaman
Jika engkau cinta Maka da`wah adalah keikhlasan
Jika engkau cinta Maka da`wah adalah `amal
Jika engkau cinta Maka da`wah adalah jihad
Jika engkau cinta Maka da`wah adalah taat
Jika engkau cinta Maka da`wah adalah pengorbanan
Jika engkau cinta Maka da`wah adalah keteguhan
Jika engkau cinta Maka da`wah adalah totalitas
Jika engkau cinta Maka da`wah adalah kepercayaan
Jika engkau cinta Maka da`wah adalah persaudaraan

KeDelapan, Keikhlasan sebagai puncak aktivitas

Ia adalah buah dari kefahaman
Kemauan beramal dan keyakinan akan pengawasan Allah
Dan syurga yang dijanjikan
Seharusnya cukup untuk menghantarkan anda kepada gerbang keikhlasan

Dari syadad bin Al Hadi ra. Bahwa datang seorang laki-laki dari suku Badui menghadap Rasulullah, kemudian berkata “Aku akan berhijrah bersamamu.” Rasulullah kemudian memberitahukan hal itu kepada sebagian sahabatnya. Pada suatu saat kaum muslimin berperang melawan kaum musyrikin, setelah selesai pasukan kaum muslim mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang), kemudian orang tersebutpun mendapatkan bagiannya, “Ini apa yaa Rasulullah?”, Rasulullahpun menjawab, “ini bagian untukmu,” Lalu orang itupun berkata “Bukan untuk ini aku mengikutimu, aku mengikutimu agar aku terkena anak panah disini (sambil menunjukkan ke arah lehernya) dan aku mati lalu aku masuk syurga”. Rasulullah bersabda “Jika kamu jujur kepada Allah dalam hal ini maka Allah akan mengabulkannya”. Mereka beristirahat sejenak kemudian menuju sebuah peperangan menghadapi musuh. Maka orang tadi dibawa kehadapan Rasulullah Rasulullah dalam keadaan terkena anak panah persis dibagian lehernya seperti yang ia isyaratkan sebelumnya. Rasulullah bertanya “Apakah ini orang yang tadi?” mereka menjawab, “Benar yaa Rasulullah”. Rasulullah pun bersabda “Ia telah jujur kepada Allah, maka Allah mengabulkannya”. Kemudian Rasulullah menshalati dan berdo`a untuknya “Ya Allah inilah hamba-Mu, keluar dalam rangka hijrah di jalan-Mu, maka ia terbunuh dalam keadaan syahid dan aku saksi atas hal ini.” Diriwayatkan oleh Nasa`i.
Shahabat itupun tidak pernah dikenal namanya dalam sejarah, hingga saat ini !!!

“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya”, AL Qur`an surat Al-Kahfi ayat 110.

KeSembilan, Syurga sebagai balasannya.

Kenapa kita jual murah jiwa kita
Kita seorang Muslim
Nilai jiwa kita adalah syurga
Yang seluas langit dan bumi
Tidak ada yang lain…

Saya jadi teringat sebuah ucapan
“Jangan tetapkan harga dirimu kecuali dengan syurga. Jiwa orang beriman itu mahal, tapi sebagian dari mereka justru menjualnya dengan harga murah”, ujar Hasan Al Bashri yang dinukil Aidh Al Qarni dalam bukunya Laa Tahzan

Akhi Fillah…
Inilah mereka yang berbahagia, menjual dirinya dengan syurga, mereka adalah para perindu syurga dan sungguh Allah berkenan mengumpulkan mereka pada apa yang mereka rindukan.

Abu Bakar sangat berbahagia dengan ayat
“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu yang menafkahkan hartanya di jalan Allah untuk membersihkannya” Al Quran surat Al Lail ayat 17-18

`Umar sangat bahagia dengan hadist Rasulullah
“Aku melihat sebuah istana putih di syurga. Lalu aku bertanya, “untuk siapa istana itu?”. Dikatakan kepadaku, “untuk Umar bin Khathab”.

Utsman sangat bahagia karena do’a Rasulullah
“Yaa Allah ampunilah utsman apa yang telah lalu dan yang akan datang”.

Ali demikian bahagia atas sabda Rasulullah
“Dia (Ali) adalah lelaki yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dicintai Allah dan Rasul-Nya”.

Sa`ad bin Mu’adz demikian bahagia atas sabda Rasulullah
“Bergoyanglah `Arsy Yang Maha Pengasih karenanya”.

Abdullah bin `Amr Anshari sangat bahagia dengan adanya sabda Rasulullah
“Dia diajak bicara Allah langsung tanpa penerjemah”.

Sedang Hanzhalah
“Dia dimandikan oleh para malaikat Dzat Yang Maha Pengasih”.

Fatimah Az Zahra adalah Wanita pertama yang akan memasuki Syurga

Keluarga Yasir, bergembira atas sabda Rasulullah
“Bergembiralah kalian, hai keluarga Yasir. Sesungguhnya tempat kalian adalah Syurga”.

Hamzah bin Abdul Muthalib, bergembira atas sabda Rasulullah
“Jibril datang kepadaku untuk mengabarkan bahwa Hamzah bin Abdul Muthalib dicatat oleh para malaikat penghuni langit lapis tujuh sebagai singa Allah dan singa Rasul-Nya”.

Nasibah binti Ka`ab bergembira atas sabda Rasulullah
“Nasibah binti Ka`ab tidur di Syurga Baqi` bersama pada shaddiqin dan para syuhada`. Dari tempatnya yang tinggi dibumi, ia naik ke tempat yang lebih tinggi lagi di langit”.

Ja`far bin Abu Thalib, bergembira ketika Rasulullah bersabda
Aku melihat Ja`far di syurga punya sepasang sayap yang berlumuran darah”.

Abdullah bin Rawahah bergembira ketika Rasulullah bersabda
“Sebaik-baik orang ialah Abdullah bin Rawahah”

Amr bin Al Jamuh, bergembira tatkala Rasulullah bersabda
“Demi Allah yang jiwaku berada ditangan-Nya, aku melihat kaki pincang Amr bin Al Jamuh melangkah ke syurga dengan tertatih”.

Pada akhirnya…
Sejarah memberikan kesaksian kepada kita bahwa keagungan dan kebahagiaan telah menyerahkan pusat kendalinya kepada orang-orang yang teguh dan ta`at dalam medan perjuangan. Di lingkungan ini tumbuh manusia-manusia yang mampu memikul tanggung jawab sejarah dan bukan melepaskan tanggung jawab peradaban.


Dikutip dari milis KAMMI

Pentingnya Seorang Teman


Sedari kita lahir dan mulai beranjak dewasa, kita sudah mempunyai teman. Ada teman yang sangat kita cintai atau mungkin pula ada yang kita benci, naudzubillah. Seiring dengan perjalanan ruang an waktu, kita makin banyak teman. Dimulai dari rumah, sekolah, tempat kerja bahkan di tempat-tempat yang kita tidak duga sebelumnya. Itulah teman yang ALLAH takdirkan untuk mendampingi hidup kita.


Tatkala kita sakit, ada teman yang bernama tetangga datang untuk menengok dan mendo’akan kita supaya lekas sembuh. Tatkala kita berkeluh kesah, ada teman kita yang bernama sahabat yang datang meredakan. Tatkala kita butuh kasih sayang dan kehangatan, datanglah teman kita yang bernama keluarga yang memberikan segala curahan kasih sayang dan perhatian yang kita butuhkan.

Alhamdulillah, itulah yang patut kita ucapkan. Dunia ini terasa sangat berwarna ketika ALLAH Swt mengirimkan kepada kita teman-teman yang banyak dan beraneka ragam bentuk pisik serta karakter kepribadiannya. Ada teman yang bersikap keras, dialah yang membuat kita tegas. Ada teman yang bersifat lembut, dialah yang membuat kita sabar. Ada pula teman yang bersifat masa bodoh, dialah yang membuat kita berpikir bagaimanakah supaya kita memperhatikan orang lain. Bahkan ada pula teman yang jahat, dialah yang membuat kita berpikir untuk berbuat kebaikan. Subhanallah.

Ada ungkapan “Mmempunyai seribu teman terasa kurang, memiliki satu musuh terasa sesak”. Itulah arti pertemanan. Jika kita hitung-hitung jumlah teman semenjak kita lahir hingga sekarang mungkin saja sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Keluarga kita, tetangga di lingkungan kita, di masjid, disekolah, di tempat kerja hingga di jalan yang penuh sesak dengan orang-orang. Banyak bukan? Tetapi mengapa kita selalu butuh teman? Itulah memang kodrat manusia yang ALLAH Swt. berikan kepada kita: “Dan bertakwalah kepada ALLAH yang dengan (mempergunakan) Nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya ALLAH selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS. An--Nisaa: 1)

Manusia membutuhkan banyak teman karena memang manusia banyak kebutuhannya, tetapi juga banyak kekurangannya, sehingga dalam hidup ini perlu saling melengkapi.

Dari sekian banyak jumlah teman yang kita miliki, tentunya mereka tidak setiap hari bertemu atau bersama dengan kita. Ada yang karena tempat tinggalnya berjauhan, maka untuk bertemunya dilakukan dengan berkirim surat dan telepon. Ada teman yang karena profesi khususnya seperti dokter, maka kita menemuinya ketika badan kita terasa sakit dan memerlukan bantuannya. Sedang teman yang relative selalu bersama kita adalah keluarga tempat kita di lahirkan. Merekalah orang tua kita atau saudara-saudara kita. Walaupun banyak saudara-saudara kita yang sudah tidak satu rumah lagi, namun rasa ingin selalu bertemu mendorong kita untuk selalu menjumpai mereka.

Kita perlu teman yang selalu mengingatkan kita akan kehidupan akhirat yang abadi. Teman yang selalu mendo’akan kita dimana pun kita berada. Tidak terhalang ruang dan waktu, Karenanya pun kita harus berbuat baik kepada mereka. “....Dan berbuat baiklah terhadap kedua ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya. Sesungguhnya ALLAH tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. An-Nisaa: 36)

Tetapi, persahabatan dan pertemanan terbaik adalah yang bisa berlangsung sampai akhirat. Itu adalah persahabatan orang-orang yang bertakwa. ALLAH Swt. berfirman, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Az-Zukhruf: 67)

Tarbawi

Menjemput Kematian


Beberapa pekan yang lalu ketika aku sedang mengikuti majelis pekanan, tiba-tiba terdengar ringtone “Es Lilin” dari ponselku. Itu menandakan ada SMS yang masuk. Kubuka pesan yang masuk tadi, bunyinya : ”Innalillahi wa inna ilaihi rijiun. Telah meninggal dunia saudari kita Weni Apriyanti (FISIP’00/ mantan PAPO KAMDA) karena kecelakaan di Lampung”. Aku langsung terhanyut, bukan karena SMS tadi, tapi teringat dengan SMS sepekan sebelumnya yang mengabarkan bahwa dia baru saja menggenapkan separuh diennya (menikah) dengan ikhwan sefakultasnya ketika kuliah di Solo. Sebelum itupun juga telah mendengar kabar kalau dia barusan diterima sebagai dosen di salah satu PT di Lampung beberapa saat setelah dia pulang menuntut ilmu dari kota Bengawan ini. Sungguh sebuah peristiwa yang sangat cepat, karena semua berita yang aku terima tadi rentangnya tidak sampai dua bulan. Ternyata dia pulang ke daerah asalnya untuk menjemput kematian yang telah menunggunya disana.

Ikhwati fillah…
Cerita diatas hanya sebuah penggal fragmen kehidupan seorang hamba ketika menjemput makhluk Alloh yang bernama kematian. Boleh jadi disekitar kita lebih banyak lagi kejadian yang lebih tragis dan mungkin layak kalau dibuat sinetron seperti pada tayangan di beberapa stasiun televisi swasta saat ini. Banyak ibroh yang bisa kita ambil dari semua peristiwa kematian yang terjadi pada seorang hamba. Salah satu ibroh yang bisa kita ambil yaitu ketika kematian sudah datang menjemput seorang hamba, maka tidak ada satu halpun yang dapat mencegahnya, tidak ada yang bisa lari darinya dan tidak ada yang bisa mengundurkan ataupun memajukan kedatanganya sedetikpun. Ane yakin kita sangat hafal dengan penegasan Alloh dalam salah satu ayatnya : “Dan jika ajal telah datang maka ia tidak bisa diundurkan sedetikpun dan tidak bisa dimajukan sedetikpun”.
Kematian, semua orang tahu tapi terlalu sedikit yang mau menyadari, banyak manusia yang berusaha lari dari kematian, membebaskan pikirannya dari bayang-bayang maut. Namun sia-sialah usaha mereka. Ibarat sebuah bejana, semua orang akan meminumnya. Ibarat binatang buas, ia tak pernah bosan mengejar mangsanya. Kematian senantiasa berjalan dan tak pernah memperlambat langkahnya, dia pasti datang dan tak pernah ingkar akan janjinya. "Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari dari padanya. (QS. 50:19). "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati... (QS. 3:185).
Ada sebuah kisah menarik yang aku baca disalah satu kolom oase pada majalah Sabili. Suatu ketika Nabi Sulaiman sedang bermajelis dengan para sahabatnya. Kemudian datanglah malaikat pencabut nyawa yang menyamar menjadi seorang lelaki yang langsung ikut nimbrung di majelisnya Nabi Sulaiman tersebut. Malaikat yang menyamar tadi memandangi salah satu dari sahabat Nabi Sulaiman dengan pandangan yang cukup lekat dan lama.
Lalu setelah malaikat pencabut nyawa meninggalkan majelis tersebut, sahabat tadi bertanya kepada Nabiyulloh Sulaiman, “Siapa orang tadi wahai Nabiyulloh? Kulihat dia terus menerus memandangiku.” Nabiyulloh Sulaiman menjawab,”Dia adalah Malaikat pencabut nyawa”. Mendengar jawaban tersebut sahabat tadi merasa takut dan gemetar. Ia berpikiran kalau sebentar lagi nyawanya akan menjadi target operasi malaikat pencabut nyawa tadi dan itu berarti ia akan segera meninggal. Sebuah pikiran yang wajar, dan boleh jadi ketika kita dalam posisi sahabat tadi, kita juga akan berpikiran yang sama atau bahkan malah langsung pingsan?
Melihat perubahan tersebut Nabiyulloh Sulaiman menanyakan kepada sahabatnya tadi keinginan apa yang paling ingin dia dapatkan sekarang. “Aku ingin dibawa terbang oleh angin, lalu aku diturunkan di India agar aku dapat terhindar dari malaikat tadi”, kata sahabat tadi. Lalu Nabiyuloh Sulaiman mengabulkan permintaanya dan memerintahkan pasukan angin untuk membawanya terbang ke India, suatu negeri yang jauh dari Palestina. Sesampainya di India, malaikat pencabut nyawa telah menantinya, dan tanpa menunggu lama ia segera mencabut nyawa sahabat tadi ditempat itu juga.
Tak lama kemudian, Malaikat pencabut nyawa mendatangi Nabi Sulaiman kembali. Nabiyulloh bertanya,”Tadi engkau terus memandangi sahabatku, ada apa?”. Malaikat menjawab,”Aku sangat takjub dengan sahabat anda. Sesungguhnya aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya di India, dan ternyata dia sedang berada didekatmu, di sini, di Palestina. Padahal jarak Palestina dengan India tidaklah dekat. Dalam pikiranku tidaklah mungkin jarak yang demikian jauh itu ditempuh dalam beberapa jam saja. Namun aku telah berada di India untuk menunaikan tugasku. Aku sungguh terkejut karena sekonyong-konyong sahabatmu itu telah muncul dihadapanku. Dengan kehadiranya yang tiba-tiba itu, segeralah dapat kuselesaikan tugasku. Takdir Alloh memang pasti terjadi.”
Ikhwati filllah…
Sahabat Nabiyulloh Sulaiman tadi minta diterbangkan ke India supaya bisa terhindar dari kematian yang dia takutkan, tetapi ternyata dia mendatangi dan menjemput kematian yang memang sudah Alloh tetapkan untuknya di India. “Manusia membuat makar (rencana) dan Alloh juga membuat makar. Dan Alloh adalah sebaik-baik pembuat makar”. Mungkin sempet terlintas dalam pikiran kita, “Ah, saya khan baru 19 tahun masih cukup lama jatah hidup saya untuk menikmati indahnya dunia ini”. Atau pikiran-pikiran yang mirip dengan kalimat itu.
Ayyuhal Ikhwah....
Siapa yang bisa menjamin kita masih diberi kesempatan oleh Alloh untuk menghirup udara sampai nanti sore, atau sampai nanti malam, atau sampai besok pagi. Tidak ada yang mengira, dalam perjalanan menuju rumah untuk melaksanakan pernikahan yang sudah disiapkan, ternyata pesawat yang ditumpanginya mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia meninggal dan dikubur bersama impiannya. Tidak ada yang menyangka orang yang baru saja berbincang dengan kita, tiba-tiba dalam perjalanan pulang dari tempat kita, ia mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia mendahului kita untuk menghadap khaliqnya. Tidak ada yang menduga, bayi lucu dan imut yang baru saja menatap terangnya dunia setelah beberapa bulan berada dikandungan ibunya, harus menutup kembali matanya untuk selamanya.
Kematian adalah ketentuan yang sudah pasti, tetapi kapan, dimana, dan dengan cara bagaimana ia menyapa kita, itu misteri dan hanya Alloh saja yang Maha Tahu. Ia tidak memandang usia. Tak seorangpun sanggup mencegah. Kematian memisahkan seseorang dengan kekasih, tak peduli dengan jeritan manusia di sekelilingnya, tak menghiraukan kesedihan orang yang ditinggalkan, juga tidak terhadap orang yang butuh kasih sayang. Ia tetap berjalan untuk menumbangkan semua keangkuhan dan kesombongan, terus berlalu tanpa berhenti dan menoleh. Orang yang tidak mempunyai bekal untuk menghadapinya akan sangat menyesal di akhirat kelak. Orang yang berbekalpun akan menyesal juga karena dirasa bekal yang disiapkan belum cukup untuk menghadapi kehidupan abadi yang akan segera ditemuinya.
Mungkin ini salah satu hikmah kenapa Alloh menjadikan kematian menjadi sesuatu yang ghoib. Dengan demikian, orang akan senantiasa berbekal sebanyak-banyaknya untuk menjemput kematian yang ia tidak tahu kapan datangnya. “Hiduplah untuk akhiratmu seakan-akan besok engkau akan meninggal dunia”, sebuah motivasi yang mengingatkan kepada kita untuk memberikan persembahan terbaik di akhir hayat kita. Jika kita tanamkan dalam diri bahwa besok kita meninggal, tentunya waktu yang tersisa itu akan kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk menambah kuantitas dan kualitas amalan kita. Semoga Alloh mematikan kita dalam kondisi husnul khotimah. Wallohu a’lam bisshowab.

Surat Al-Ghazali kpd Muridnya


Wahai anak! Nasehat itu mudah, yang sulit adalah menerimanya; karena terasa pahit oleh hawa nafsu yang menyukai segala yang terlarang. Terutama dikalangan penuntut ilmu yang membuang-buang waktu dalam mencari kebesaran diri dan kemegahan duniawi. Ia mengira didalam ilmu yang tak bersari itulah terkandung keselamatan dan kebahagiaan, dan ia menyangka tak perlu beramal. Inilah kepercayaan filsul-filsuf.
Ia tidak tahu bahwa ketika ada pada seseorang ilmu, maka ada yang memberatkan, seperti disabdakan Rasulallah saw : "Orang yang berat menanggung siksa di hari kiamat ialah orang yang berilmu namun tidak mendapat manfaat dari ilmunya itu."


Wahai anak! Janganlah engkau hidup dengan kemiskinan amal dan kehilangan kemauan kerja. Yakinlah bahwa ilmu tanpa amal semata-mata tidak akan menyelamatkan orang. Jika disuatu medan pertempuran ada seorang yang gagah berani dengan persenjataan lengkap dihadapkan dengan seekor singa yang galak, dapatkah senjatanya melindungi dari bahaya, jika tidak diangkat, dipukulkan dan ditikamkan? Tentu saja tidak akan menolong, kecuali diangkat, dipukulkan dan ditikamkan. Demikian pula jika seseorang membaca dan mempelajari seratus ribu masalah ilmiah, jika tidak diamalkan maka tidaklah akan mendatangkan faedah.

Wahai anak! Berapa malam engkau berjaga guna mengulang-ulang ilmu, membaca buku, dan engkau haramkan tidur atas dirimu. Aku tak tahu, apa yang menjadi pendorongmu. Jika yang menjadi pendorongmu adalah kehendak mencari materi dan kesenangan dunia atau mengejar pangkat atau mencari kelebihan atas kawan semata, maka malanglah engkau. Namun jika yang mendorongmu adalah keinginan untuk menghidupkan syariat Rasulallah saw dan menyucikan budi pekertimu serta menundukkan nafsu yang tiada henti mengajak kepada kejahatan, maka mujurlah engkau. Benar sekali kata seorang penyair, "Biarpun kantuk menyiksa mata, Akan percuma semata-mata jika tak karena Alloh semata".

Wahai anak! Hiduplah sebagaimana maumu, namun ingat! bahwasanya engkau akan mati. Dan cintailah siapa yang engkau sukai, namun ingat! engkau akan berpisah dengannya. Dan berbuatlah seperti yang engkau kehendaki, namun ingat! engkau pasti akan menerima balasannya nanti

Template by : kendhin x-template.blogspot.com