13.5.06

Menjemput Kematian


Beberapa pekan yang lalu ketika aku sedang mengikuti majelis pekanan, tiba-tiba terdengar ringtone “Es Lilin” dari ponselku. Itu menandakan ada SMS yang masuk. Kubuka pesan yang masuk tadi, bunyinya : ”Innalillahi wa inna ilaihi rijiun. Telah meninggal dunia saudari kita Weni Apriyanti (FISIP’00/ mantan PAPO KAMDA) karena kecelakaan di Lampung”. Aku langsung terhanyut, bukan karena SMS tadi, tapi teringat dengan SMS sepekan sebelumnya yang mengabarkan bahwa dia baru saja menggenapkan separuh diennya (menikah) dengan ikhwan sefakultasnya ketika kuliah di Solo. Sebelum itupun juga telah mendengar kabar kalau dia barusan diterima sebagai dosen di salah satu PT di Lampung beberapa saat setelah dia pulang menuntut ilmu dari kota Bengawan ini. Sungguh sebuah peristiwa yang sangat cepat, karena semua berita yang aku terima tadi rentangnya tidak sampai dua bulan. Ternyata dia pulang ke daerah asalnya untuk menjemput kematian yang telah menunggunya disana.

Ikhwati fillah…
Cerita diatas hanya sebuah penggal fragmen kehidupan seorang hamba ketika menjemput makhluk Alloh yang bernama kematian. Boleh jadi disekitar kita lebih banyak lagi kejadian yang lebih tragis dan mungkin layak kalau dibuat sinetron seperti pada tayangan di beberapa stasiun televisi swasta saat ini. Banyak ibroh yang bisa kita ambil dari semua peristiwa kematian yang terjadi pada seorang hamba. Salah satu ibroh yang bisa kita ambil yaitu ketika kematian sudah datang menjemput seorang hamba, maka tidak ada satu halpun yang dapat mencegahnya, tidak ada yang bisa lari darinya dan tidak ada yang bisa mengundurkan ataupun memajukan kedatanganya sedetikpun. Ane yakin kita sangat hafal dengan penegasan Alloh dalam salah satu ayatnya : “Dan jika ajal telah datang maka ia tidak bisa diundurkan sedetikpun dan tidak bisa dimajukan sedetikpun”.
Kematian, semua orang tahu tapi terlalu sedikit yang mau menyadari, banyak manusia yang berusaha lari dari kematian, membebaskan pikirannya dari bayang-bayang maut. Namun sia-sialah usaha mereka. Ibarat sebuah bejana, semua orang akan meminumnya. Ibarat binatang buas, ia tak pernah bosan mengejar mangsanya. Kematian senantiasa berjalan dan tak pernah memperlambat langkahnya, dia pasti datang dan tak pernah ingkar akan janjinya. "Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari dari padanya. (QS. 50:19). "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati... (QS. 3:185).
Ada sebuah kisah menarik yang aku baca disalah satu kolom oase pada majalah Sabili. Suatu ketika Nabi Sulaiman sedang bermajelis dengan para sahabatnya. Kemudian datanglah malaikat pencabut nyawa yang menyamar menjadi seorang lelaki yang langsung ikut nimbrung di majelisnya Nabi Sulaiman tersebut. Malaikat yang menyamar tadi memandangi salah satu dari sahabat Nabi Sulaiman dengan pandangan yang cukup lekat dan lama.
Lalu setelah malaikat pencabut nyawa meninggalkan majelis tersebut, sahabat tadi bertanya kepada Nabiyulloh Sulaiman, “Siapa orang tadi wahai Nabiyulloh? Kulihat dia terus menerus memandangiku.” Nabiyulloh Sulaiman menjawab,”Dia adalah Malaikat pencabut nyawa”. Mendengar jawaban tersebut sahabat tadi merasa takut dan gemetar. Ia berpikiran kalau sebentar lagi nyawanya akan menjadi target operasi malaikat pencabut nyawa tadi dan itu berarti ia akan segera meninggal. Sebuah pikiran yang wajar, dan boleh jadi ketika kita dalam posisi sahabat tadi, kita juga akan berpikiran yang sama atau bahkan malah langsung pingsan?
Melihat perubahan tersebut Nabiyulloh Sulaiman menanyakan kepada sahabatnya tadi keinginan apa yang paling ingin dia dapatkan sekarang. “Aku ingin dibawa terbang oleh angin, lalu aku diturunkan di India agar aku dapat terhindar dari malaikat tadi”, kata sahabat tadi. Lalu Nabiyuloh Sulaiman mengabulkan permintaanya dan memerintahkan pasukan angin untuk membawanya terbang ke India, suatu negeri yang jauh dari Palestina. Sesampainya di India, malaikat pencabut nyawa telah menantinya, dan tanpa menunggu lama ia segera mencabut nyawa sahabat tadi ditempat itu juga.
Tak lama kemudian, Malaikat pencabut nyawa mendatangi Nabi Sulaiman kembali. Nabiyulloh bertanya,”Tadi engkau terus memandangi sahabatku, ada apa?”. Malaikat menjawab,”Aku sangat takjub dengan sahabat anda. Sesungguhnya aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya di India, dan ternyata dia sedang berada didekatmu, di sini, di Palestina. Padahal jarak Palestina dengan India tidaklah dekat. Dalam pikiranku tidaklah mungkin jarak yang demikian jauh itu ditempuh dalam beberapa jam saja. Namun aku telah berada di India untuk menunaikan tugasku. Aku sungguh terkejut karena sekonyong-konyong sahabatmu itu telah muncul dihadapanku. Dengan kehadiranya yang tiba-tiba itu, segeralah dapat kuselesaikan tugasku. Takdir Alloh memang pasti terjadi.”
Ikhwati filllah…
Sahabat Nabiyulloh Sulaiman tadi minta diterbangkan ke India supaya bisa terhindar dari kematian yang dia takutkan, tetapi ternyata dia mendatangi dan menjemput kematian yang memang sudah Alloh tetapkan untuknya di India. “Manusia membuat makar (rencana) dan Alloh juga membuat makar. Dan Alloh adalah sebaik-baik pembuat makar”. Mungkin sempet terlintas dalam pikiran kita, “Ah, saya khan baru 19 tahun masih cukup lama jatah hidup saya untuk menikmati indahnya dunia ini”. Atau pikiran-pikiran yang mirip dengan kalimat itu.
Ayyuhal Ikhwah....
Siapa yang bisa menjamin kita masih diberi kesempatan oleh Alloh untuk menghirup udara sampai nanti sore, atau sampai nanti malam, atau sampai besok pagi. Tidak ada yang mengira, dalam perjalanan menuju rumah untuk melaksanakan pernikahan yang sudah disiapkan, ternyata pesawat yang ditumpanginya mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia meninggal dan dikubur bersama impiannya. Tidak ada yang menyangka orang yang baru saja berbincang dengan kita, tiba-tiba dalam perjalanan pulang dari tempat kita, ia mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia mendahului kita untuk menghadap khaliqnya. Tidak ada yang menduga, bayi lucu dan imut yang baru saja menatap terangnya dunia setelah beberapa bulan berada dikandungan ibunya, harus menutup kembali matanya untuk selamanya.
Kematian adalah ketentuan yang sudah pasti, tetapi kapan, dimana, dan dengan cara bagaimana ia menyapa kita, itu misteri dan hanya Alloh saja yang Maha Tahu. Ia tidak memandang usia. Tak seorangpun sanggup mencegah. Kematian memisahkan seseorang dengan kekasih, tak peduli dengan jeritan manusia di sekelilingnya, tak menghiraukan kesedihan orang yang ditinggalkan, juga tidak terhadap orang yang butuh kasih sayang. Ia tetap berjalan untuk menumbangkan semua keangkuhan dan kesombongan, terus berlalu tanpa berhenti dan menoleh. Orang yang tidak mempunyai bekal untuk menghadapinya akan sangat menyesal di akhirat kelak. Orang yang berbekalpun akan menyesal juga karena dirasa bekal yang disiapkan belum cukup untuk menghadapi kehidupan abadi yang akan segera ditemuinya.
Mungkin ini salah satu hikmah kenapa Alloh menjadikan kematian menjadi sesuatu yang ghoib. Dengan demikian, orang akan senantiasa berbekal sebanyak-banyaknya untuk menjemput kematian yang ia tidak tahu kapan datangnya. “Hiduplah untuk akhiratmu seakan-akan besok engkau akan meninggal dunia”, sebuah motivasi yang mengingatkan kepada kita untuk memberikan persembahan terbaik di akhir hayat kita. Jika kita tanamkan dalam diri bahwa besok kita meninggal, tentunya waktu yang tersisa itu akan kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk menambah kuantitas dan kualitas amalan kita. Semoga Alloh mematikan kita dalam kondisi husnul khotimah. Wallohu a’lam bisshowab.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com